Minggu, 12 April 2009

Desa Mandiri Pangan dan Energi


PENGEMBANGAN PERTANIAN TERINTEGRASI PETERNAKAN SAPI POTONG BERBASIS TEKNOLOGI DENGAN SISTEM ZERO WASTE MENUJU DESA MANDIRI PANGAN DAN ENERGI DI DESA TIBONA KEC. BULUKUMPA, KAB. BULUKUMBA

A. Latar Belakang

Upaya peningkatan peranan sub-sekor peternakanan dalam pembangunan pertanian dan pembangunan nasional secara umum, maka perlu adanya langka strategis menghadapi perkembangan lingkungan global yang sangat dinamis yang berubah dengan cepat dan bahkan sering tidak terduga. Pembangunan peternakan ke depan diarahkan kepada usaha peternakan yang berorientasi agribisnis dan agroindustri serta mampu menunjang program ketahanan pangan.
Permasalahan yang ada sampai saat ini adalah bagaimana meningkatkan penyediaan pangan pokok termasuk daging. Daging merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, serta merupakan komoditas ekonomi yang mempunyai nilai sangat strategis. Untuk memenuhi kebutuhan daging di Indonesia terutama berasal dari: (i) unggas (boiler, petelur jantan, ayam kampung dan itik), (ii) sapi (sapi potong, sapi perah dan kerbau), (iii) babi, serta (iv) kambing dan domba (kado). Dari keempat jenis daging tersebut, hanya konsumsi daging sapi
Permintaan terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk olahannya) sangat besar dan diproyeksikan akan meningkat secara seirama dengan pertambahan jumlah penduduk, perkembangan ekonomi, perbaikan tingkat pendidikan, kesadaran gizi, urbanisasi, perubahan gaya hidup dan arus globalisasi. Kecepatan laju permintaan daging tersebut belum dapat direspon oleh produksi domestik. Kondisi tersebut diatas merupakan peluang untuk mengembangkan usaha dan industri sapi berbasis sumber daya lokal, dengan memanfaatkan inovasi tepat guna, serta ditujukan bagi kesejahteraan masyarakat.
Keadaan sekarang pertumbuhan ternak negatif, sedangkan pertumbuhan penduduk 1,6% per tahun. Dengan pertumbuhan penduduk sebesar itu, dalam waktu 40 tahun, jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 400 juta dan konsumsi per kapita 2 kali sekarang ini dan tanpa upaya-upaya yang terencana dengan baik, sapi kita akan habis atau daging impor mendominasi kebutuhan daging kita. Sebelum resesi, secara nasional jumlah ternak sapi sekitar 11 juta, dan selama krisis ekonomi dimana nilai dolar meningkat tajan, impor sapi potong dan daging sapi berkurang, sehingga kita terpaksa memotong sapi yang ada, menyebabkan jumlahnya menurun menjadi 9 juta ekor (1994-2002 mengalami penurunan sebesar 3,1 persen per tahun).
Pengembangan pertanian di Indonesia terutama tanaman pangan untuk tahun 2008 surplus beras, dan semakin akan ditingkatkan pada tahun 2009. Keadaan ini juga terjadi di propinsi Sulawesi Selatan yang tiap tahunnya surplus beras, hal ini dicapai dengan perkembangan teknologi pertanian. Pertanian seperti ini sudah berlangsung sejak lama dan akan mengancam sistem pertanian kita dalam jangka panjang walaupun saat ini mulai terasa. Kondisi yang paling dirasakan petani adalah menurunnya tingkat kesuburan tanah dengan penggunaan pupuk an-organik secara besar-besaran sehingga setiap tahunnya penggunaan pupuk an-organik semakin meningkat untuk mencapai hasil sama dengan tahun sebelumnya. Apabila kondisi ini dibiarkan berlangsung terus menerus maka tanah akan semakin rusak dan akan menurun produktivitasnya walupun penggunaan pupuk an-organik.
Sistem pertanian yang dapat menyelesaikan kondisi tersebut adalah sistem pertanian yang diintegrasikan dengan ternak sapi dimana ternak sapi inilah yang akan mendukung pengadaan pupuk bagi pertanian, sekaligus dapat menghasilkan bahan bakar yang terbaharukan untuk kebutuhan rumah tangga.
Limbah ternak tersebut merupakan sumber pencemar lingkungan yang sangat serius jika tidak ditangani dengan baik. Menurut Crutzen (1986), kontribusi emisi metan (CH4) dari peternakan mencapai 20-35% dari total emisi yang dilepaskan ke atmosfir. Gas metan tersebut terbentuk melalui proses fermentasi kotoran ternak (feses dan urine) oleh mikroba secara anaerob. Selain menyebabkan kerusakan ozon, gas metan juga menjadi sumber bau yang dapat mengganggu masyarakat di sekitar kandang, bahkan jika menghirup gas metan dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kematian.
Limbah cair ternak dapat menyebabkan pencemaran lingkungan perairan. Penelitian Wibowomoekti (1997) dari limbah cair RPH cakung, Jakarta yang dialirkan ke sungai Buaran mengakibatkan kualitas air menurun, yang disebabkan oleh kandungan sulfida dan amoniak bebas di atas kadar maksimum kriteria kualitas air. Selain itu, limbah cair merupakan media pertumbuhan yang baik untuk berbagai bibit penyakit seperti cacing dan mikroba patogen lainnya.
Bahkan ternak yang tidak dikandangkan dapat menimbulkan masalah yang lebih kompleks. Selain kotorannya yang berceceran dimana-mana, ternak tersebut juga dapat mengganggu tanaman pertanian masyarakat sekitar, misalnya dengan memakan bagian tanaman atau bahkan seluruh bagian tanaman pertanian. Jika hal ini terjadi, biasanya akan menjadi sumber konflik antara pemilik lahan dengan pemilik ternak. Ternak yang tidak dikandangkan juga lebih rawan terhadap kasus pencurian yang belakangan masih marak terjadi di Sulawesi Selatan.
Kotoran ternak yang merupakan limbah sebenarnya memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai salah satu sumber pendapatan tambahan bagi peternak. Caranya adalah dengan memanfaatkan kotoran ternak tersebut menjadi kompos dan biogas. Pemanfaatan kotortan ternak sebagai biogas terbukti dapat mensubtitusi penggunaan bahan bakar minyak untuk keperluan memasak setiap hari.
Pemanfaatan kotoran ternak sebagai biogas memiliki dampak yang sangat luas. Antara lain bagi peternak, sebagai sumber penghasilan baru. Meskipun biogas yang dihasilkan belum dapat dijual, tetapi biogas tersebut dapat menggantikan penggunaan minyak tanah atau LPG yang belakangan ini menjadi barang langka dan harganya pun mahal. Sedangkan bagi pemerintah, dengan berkurangnya penggunaan BBM berarti pemerintah pemerintah juga dapat mengurangi APBN untuk mensubsidi BBM.
Limbah biogas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan menjadi pupuk organik yang sangat potensial bahkan limbah biogas lebih bagus kulitasnya dibandingkan dengan pupuk organik yang diolah langsung dari feses ternak tampa melalui proses pengolahan biogas. Limbah biogas bukan hanya limbah padat saja namun menghasilkan limbah cair yang dapat dimanfaatkan untuk pupuk cair. Pengolahan kompos yang didahului dengan pengolahan biogas dapat mempermudah pengolahan dapat pula menghasilkan pendapatan lain perupa gasbio untuk bahan bakar untuk rumah tangga dan kualitas pupuk yang dihasilkan lebih baik.
Model pengelolaan pertanian seperti inilah yang sedang dikembangkan di Kelompok Tani Tibona Desa Tibona Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan.

B. Tujuan dan Manfaat

Tujuan yang ingin dicapai dari program ini adalah:
1. Termanfatkannya feces ternak menjadi sumber energy alternative dan pupuk kompos
2. Menghasilkan pupuk organic yang berkualitas dan memiliki nilai ekonomis tinggi
3. Mengoptimalkan hasil-hasil penelitian dan pengkajian teknologi biogas yang telah dilakukan oleh lembaga penelitian.
4. Solusi teknologi energi untuk mengatasi kesulitan masyarakat akibat lonjakan harga BBM di tanah air.
5. Sebagai sumber bahan bakar pengganti minyak tanah. Selain murah, sumbernya terbarukan.
6. Menghindari ancaman kelestarian alam di sekitar kawasan hutan akibat pemanfaatan kayu bakar sebagai sumber energi masyarakat pedesaan.
7. Meningkatkan mutu dan produktivitas ternak ruminasia/ternak potong.
8. Menunjang kegiatan tipologi usaha tradisional kepada usaha yang mengarah ke agribisnis.
Manfaat yang diharapkan dari program ini adalah:
1. Terwujudnya Desa Tibona menjadi desa mandiri pangan dan energi
2. Menghemat biaya produksi pertanian karena sudah tersedia pupuk organik dari hasil limbah biogas dalam jumlah yang memadai dan kualitas pupuk yang lebih baik.
3. Memperbaiki kualitas tanah dengan penggunaan pupuk organic secara berkesinambungan
4. Memberikan kontribusi positif bagi lingkungan, berupa pengurangan polusi gas methana, bau tidak sedap dan potensi penyakit.
5. Kondisi kandang menjadi bersih dan kesehatan ternak menjadi lebih baik, pada akhirnya membawa keuntungan dengan penjualan ternak yang lebih cepat dan berharga lebih tinggi.
6. Meningkatkan penghasilan bagi peternak karena adanya pendapatan tambahan dari proses pengolahan fecces sapi.
C. Uraian Teknis

Kegiatan usahatani yang dilakukan oleh Kelompok Tani Tibona mengacu pada system pertanian ramah lingkungan dengan memanfaatkan sumberdaya yang dimilikinya dengan harapan abahwa kedepan akan mengurangi ketergantungan dari luar. Rangkaian usahatani yang dilakukan tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.


Gambar 1. Rangkaian Kegiatan Usahatani Kelompok Tani Tibona

Rangkaian kegiatan usahatani yang dikembangkan di kelompok tani Tibona akan menitik beratkan pada pengolahan feses ternak yang selama ini belum dimanfaatkan secara maksimal untuk itu akan dikembangkan teknologi biogas dan teknologi pengolahan kompos yang berkualitas.
1. Teknologi Biogas
Teknologi biogas pada dasarnya memanfaatkan proses pencernaan yang dilakukan oleh bakteri methanogen yang produknya berupa gas methana (CH4). Gas methana hasil pencernaan bakteri tersebut bisa mencapai 60% dari keseluruhan gas hasil reaktor biogas, sedangkan sisanya didominasi CO2. Bakteri ini bekerja dalam lingkungan yang tidak ada udara (anaerob), sehingga proses ini juga disebut sebagai pencernaan anaerob (anaerob digestion).
Bakteri methanogen akan secara natural berada dalam limbah yang mengandung bahan organik, seperti kotoran binatang, manusia, dan sampah organik rumah tangga. Keberhasilan proses pencernaan bergantung pada kelangsungan hidup bakteri methanogen di dalam reaktor, sehingga beberapa kondisi yang mendukung berkembangbiaknya bakteri ini di dalam reaktor perlu diperhatikan.
Tahap lengkap pencernaan material organik adalah sebagai berikut :
1. Hidrolisis. Pada tahap ini, molekul organik yang komplek diuraikan menjadi bentuk yang lebih sederhana, seperti karbohidrat (simple sugars), asam amino, dan asam lemak.
2. Asidogenesis. Pada tahap ini terjadi proses penguraian yang menghasilkan amonia, karbon dioksida, dan hidrogen sulfida.
3. Asetagenesis. Pada tahap ini dilakukan proses penguraian produk acidogenesis; menghasilkan hidrogen, karbon dioksida, dan asetat.
4. Methanogenesis. Ini adalah tahapan terakhir dan sekaligus yang paling menentukan, yakni dilakukan penguraian dan sintesis produk tahap sebelumnya untuk menghasilkan gas methana (CH4). Hasil lain dari proses ini berupa karbon dioksida, air, dan sejumlah kecil senyawa gas lainnya.
Di dalam reaktor biogas, terdapat dua jenis bakteri yang sangat berperan, yakni bakteri asam dan bakteri methan. Kedua jenis bakteri ini perlu eksis dalam jumlah yang berimbang. Kegagalan reaktor biogas bisa dikarenakan tidak seimbangnya populasi bakteri methan terhadap bakteri asam yang menyebabkan lingkungan menjadi sangat asam (pH kurang dari 7) yang selanjutnya menghambat kelangsungan hidup bakteri methan. Keasaman substrat/media biogas dianjurkan untuk berada pada rentang pH 6.5 s/d 8. Bakteri methan ini juga cukup sensitif dengan temperatur. Temperatur 35 oC diyakini sebagai temperatur optimum untuk perkembangbiakan bakteri methan.
Jenis Reaktor Biogas
Dilihat dari sisi konstruksinya, pada umumnya reaktor biogas bisa digolongkan dalam dua jenis, yakni fixed dome dan floating drum. Fixed dome mewakili konstruksi reaktor yang memiliki volume tetap sehingga produksi gas akan meningkatkan tekanan di dalam reaktor. Sedangkan floating drum berarti ada bagian pada konstruksi reaktor yang bisa bergerak untuk menyesuaikan dengan kenaikan tekanan reaktor. Pergerakan bagian reaktor tersebut juga menjadi tanda telah dimulainya produksi gas di dalam reaktor biogas.
Bila dilihat dari aliran bahan baku (limbah), reaktor biogas juga bisa dibagi dua, yakni tipe batch (bak) dan continuous (mengalir).
Pada tipe bak, bahan baku reaktor ditempatkan di dalam wadah (ruang tertentu) dari awal hingga selesainya proses pencernaan. Ini hanya umum digunakan pada tahap eksperimen untuk mengetahui potensi gas dari suatu jenis limbah organik. Sedangkan pada jenis mengalir, ada aliran bahan baku masuk dan residu keluar pada selang waktu tertentu. Lamanya (waktu) bahan baku berada di dalam reaktor biogas disebut sebagai waktu retensi hidrolik (hydraulic retention time/HTR).
Skema reaktor biogas jenis fixed dome dan floating drum dapat dilihat pada gambar berikut ini:






Gambar 2. Skema reaktor biogas untuk kotoran hewan jenis fixed dome
(kiri) dan floating drum (kanan)
Dari Gambar 2, dapat dilihat bahwa kedua jenis konstruksi reaktor biogas tersebut tidak jauh berbeda, keduanya memiliki komponen tangki utama, saluran slurry masuk dan residu keluar, separator (optional), dan saluran gas keluar. Perbedaan yang ada antara keduanya adalah pada bagian pengumpul gasnya (gas collector).
Pada konstruksi fixed dome, gas yang terbentuk akan langsung disalurkan ke pengumpul gas di luar reaktor berupa kantung yang berbentuk balon (akan mengembang bila tekanannya naik).
Pada reaktor biogas jenis fixed dome, perlu diberikan katup pengaman untuk membatasi tekanan maksimal reaktor sesuai dengan kekuatan konstruksi reaktor dan tekanan hidrostatik slurry di dalam reaktor. Katup pengaman yang sederhana dapat dibuat dengan mencelupkan bagian pipa terbuka ke dalam air pada ketinggian tertentu seperti dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 3. Katup pengaman tekanan sederhana

Pada Gambar 3, ditunjukkan skema katup pengaman tekanan sederhana. Katup pengaman ini terutama penting untuk reaktor biogas jenis fixed dome. Prinsip kerja katup pengaman berikut konsekuensi yang perlu diperhatikan pada reaktor biogas akan dijelaskan pada bagian komponen reaktor. Sedangkan pada jenis floating drum, pengumpul gas berada dalam satu kesatuan dengan reaktor itu sendiri. Produksi gas akan ditandai dengan naiknya floating drum. Katup gas bisa dibuka untuk menyalurkan gas ke kompor bila floating drum sudah terangkat.
Reaktor Biogas Sederhana
Salah satu batasan (constraint) utama dalam mendesain biogas untuk masyarakat di pedesaan adalah masalah biaya instalasi, kemudahan pengoperasian serta perawatan. Reaktor biogas jenis fixed dome yang dibuat dari bahan tembok dan beton umumnya memerlukan biaya yang tidak murah.
Oleh karena itu, beberapa aplikasi reaktor biogas di negara ketiga menggunakan bahan yang lebih murah dan mudah didapat, seperti kantung (tubular) polyethylene (Aguilar dkk, 2001), (Rodriguez dkk), (Moog dkk, 1997), (An dkk), atau material plastik lainnya, seperti Silpaulin (BSP, 2003).
Reaktor biogas dari kantung polyethylene ini pada dasarnya tergolong reaktor jenis fixed dome. Reaktor dengan volume slurry 4 m3 akan memerlukan kantung polyethylene berdiameter 80 cm dengan panjang 10 m (80% dari kantung akan berisi slurry) (Rodriguez dkk). Kantung polyethylene diposisikan horizontal (sekitar 90% badan reaktor berada di bawah permukaan tanah).




Gambar 4. Skema reaktor biogas kantung polyethylene

Fiber. Model digester fiber adalah menggunakan fiber atau tangki air sebagai digester. Kelebihan digester fiber yaitu harganya murah, daya tahan seumur hidup, tidak mudah rusak dan kebutuhan kotoran ternak tidak terlalu banyak sehingga dapat diaplikasikan pada peternak sekala rumah tangga. Kelemahannya yaitu kapasitasnya relatif kecil (1-2 m3), namun biogas yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan memasak sehari-hari.



Gambar 5. Reaktor Biogas dari Fiber

Penampung gas
Penampung gas adalah wadah yang berguna untuk menampung gas yang dihasilkan dari digester sebelum gas tersebut dipergunakan. Penampung gas dapat dibuat dari berbagai bahan yang memiliki sifat elastis seperti plastik dan karet (ban dalam). Volume penampung gas tergantung pada digester yang digunakan, semakin besar digester yang digunakan maka penampung gasnya pun juga harus semakin besar agar biogas yang dihasilkan tidak banyak terbuang.


Gambar 6. Penampungan gas dari plastik

Kompor
Untuk bahan bakar biogas tidak diperlukan kompor khusus, sebab biogas memiliki sifat mudah terbakar. Kompor untuk biogas dapat menggunakan kompor biogas yang telah banyak dijual atau dengan menggunakan kompor gas yang telah dimodifikasi. Selain untuk kompor, biogas juga dapat digunakan untuk menyalakan lampu petromax dan generator listrik. Untuk generator listrik, saat ini telah banyak jenis dan model generator yang menggunakan bahan bakar biogas.



Gambar 7. Kompor untuk biogas

Prosedur Penggunaan
Prosedur penggunaan biogas sangatlah sederhana, setelah instalasi biogas selesai dikerjakan dapat langsung dilakukan pengisian keteoran ternak yang dicampur air dengan perbandingan 1 : 1. pengisian dilakukan secara bertahap setiap hari, agar biogas yang dihasilkan dapat berlangsung secara berkesinambungan. Biasanya 14-21 hari setelah pengisian pertama biogas sudah dapat dipergunakan. Selanjutnya tinggal dilakukan pengisian digester setiap hari, jumlah kotoran ternak yang diisikan tergantung dari kapasitas digester yang digunakan. Untuk menyalakan kompor biogas cukup dengan membuka kran yang ada, kemudian dipicu dengan korek api, maka biogas siap digunakan untuk memasak. Sedangkan untuk mematikannya cukup dengan menutup kran gas yang ada.
Azas Manfaat Biogas
Penggunaan biogas untuk memasak tidaklah berbahaya, sebab kuman-kuman dan bakteri yang ada dalam kotoran ternak tidak ikut ke dalam saluran gas, sehingga tidak ada kuman dan bakteri yang sampai ke dapur. Justru proses fermentasi yang terjadi didalam digester dapat mematikan bakteri yang bersifat patogen.
Dari sisi keamanan, penggunaan biogas merupakan bahan bakar yang paling aman dibanding bahan bakar lainnya. Hal itu karena biogas memiliki tekanan 1 atm atau setara dengan tekanan udara dalam ruangan, sehingga meskipun terjadi kebocoran gas tidak akan menimbulkan ledakan seperti pada LPG. Selain itu pada instalasi biogas juga dilengkapi katup pengaman, katup ini berfungsi mengikat uap air dari digester yang masuk ke lasuran gas. Fungsi lain dari katup pengaman adalah menjaga keseimbangan tekanan dalam saluran biogas, pada saat pemapung gas sudah penuh, sementara pada digester terus menghasilkan gas, maka gas yang dihasilkan akan dikeluarkan sehingga tidak akan terjadi letusan pada instalasi biogas.
Penggunaan kotoran ternak sebagai bahan biogas memiliki manfaat yang sangat luas. Selain yang telah diuraikan di atas, bahwa biogas merupakan energi alternatif yang dapat diperbaharui yang dapat mensubtitusi BBM, biogas juga dapat menjadi faktor pendorong pengembangan usaha peternakan. Dengan adanya pemanfaatan kotoran ternak sebagai biogas maka akan terjadi peningkatan hasil usaha dari kegiatan peternakan. Hal itu dapat mendorong masyarakat untuk meningkatkan usaha peternakannya.
Pemanfaatan biogas juga memiliki manfaat yang sangat besar terhadap pelestarian lingkungan. Seperti yang diuraikan di atas, bahwa kotoran ternak merupakan sumber pemcemar yang sanngat berbahaya jika tidak ditangani dengan baik. Dengan memanfaatkan kotoran ternak menjadi biogas maka sumber emisi udara yaitu gas metan (CH4) akan dibakar menjadi air (H2O) dan karbon dioksida (CO2). Selain itu, karena semua ternak dikandangkan untuk diambil kotorannya, maka tidak ada lagi kotoran ternak yang berceceran dijalan-jalan dan tempat lainnya. Limbah cair ternak pun dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair, karena sudah tidak berbau lagi.
Selain itu, pemanfaatan kotoran ternak sebagai biogas juga akan mendorong masyarakat untuk mengandangkan ternaknya dengan baik. Jika ternak yang ada telah dikandangkan dengan baik, maka kegiatan pengawasan kesehatan ternak dan pengamatan berahi akan lebih mudah. Hal ini dapat mendukun pelaksanaan IB mandiri yang pada gilirannya akan meningkatkan produktifitas ternak sehingga usaha peternakan akan jauh lebih menguntungkan. Jadi secara tidak langsung pemanfaatan kotoran ternak sebagai biogas turut mendukung program pemerintah untuk swasembada daging tahun 2010.
2. Pengolahan kompos
Pengolahan kompos selama ini yang sudah dilakukan di kolompok tani Tibona masih dilakukan sangat sederhana sehingga kualitas yang dihasilkan juga masih rendah dan gudang pengolahan masih skala kecil sehingga feses yang dihasilkan oleh peternak belum sepenuhnya diolah menjadi pupuk kompos.
Pengolahan pupuk kompos yang diharapkan adalah pengolahan kompos dengan kapasitas 100 ton satukali pengolahan, dan diharapkan feses yang diolah adalah limbah dari proses biogas karena kualitas pupuknya akan lebih baik. Hal ini disebabkan limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan biogas memiliki kandungan unsur hara yang lebih tinggi sehingga kualitas komposnya lebih baik. Berdasarkan hasil penelitian bahwa kandungan N, P dan K pada limbah padat biogas lebih tinggi dibanding pada kotoran ternak yang masih segar. Selain itu, limbah cair biogas merupakan pupuk organik yang sangat baik untuk tanaman.
Tabel 2. Perbandingan Kandungan Hara Kompos Limbah Biogas dan Kotoran Sapi Segar.

No. NUTRIEN KOTORAN SAPI SEGAR LIMBAH BIOGAS
1. Nitrogen 2,0 2,6
2. Fosfor 0,6 1,4
3. Kalium 1,0 1,7

Pemanfaatan feses ternak menjadi pupuk kompos setelah diolah terlebih dahulu diolah menjadi biogas selain meningkatkan mutu pupuk yang dihasilkan akan memberikan penghematan/efesiensi tenaga kerja maupun dari segi waktu dan prosesnyapun akan menjadi lebih mudah. Proses pengolahan kompos yang dilakukan kolompok tani Tibona dapat dilihat pada Gambar 8.




Gambar 8. Proses Pengolahan Pupuk Kompos

D. Profil Kelompok
kelompok tani-ternak Tibona Dusun Ulu Galung Desa Tibona Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba. Kelompok tani ternak ini telah lama bergelut dalam bidang peternakan yaitu peternakan sapi Bali yang dikelola secara tradisional dan merupakan usaha sampingan dengan kepemilikan ternak yang masih kecil (1 – 5 ekor) walaupu ada peternak yang sudah mengkandangkan ternaknya hanya sebagian kecil dan belum melakukan memanfaatkan teknologi pakan. Jumlah petani/peternak yang tergabung dalam kelompok ini sebanyak 100 orang dengan jumlah kepemilikikan lahan rata-rata (0,5 – 4 Ha) dengan jenis lahan perkebunan dan lahan sawah.
Perkebunan yang diusahakan pada umumnya tanaman tahunan seperti cengkeh, kopi, rambutan dan lainnya. Lahan swah yang diusahakan pada umumnya ditanami padi pada musim hujan dan musim gaduh dan setelah itu barulah ditanami dengan palawija atau jagung. Pada umumnya masih menggunakan pupuk an-organik dan hanya sebagian kecil yang menggunakan pupuk organic.
Pada umumnya petani/peternak rata-rata memiliki pengalaman bertani 5 tahun keatas ini merupakan suatu pengalaman yang sudah turun temurun dari orang tuanya dan metode berusahatani yang dilakukan belum jauh beda dengan system pertanian yang dilakukan oleh pendahulunya.
Penggunaan biogas didalam kelompok ini mulai berkembang tahun 2007, namun yang dimiliki masih skala kecil dengan kapasitas 1 M3 sehingga produksi gas yang dihasilkan belum mampu memenuhi kebutuhan gas dalam satu rumah tangga, uintuk itu kami menharapkan pengembangan biogas kearah yang lebih besar dengan membuat instalasi minimal 5 M3 agar satu instalasi biogas dapat dimanfaatkan untuk 2 rumahtangga.
Pengolahan kompos sudah dilakukan namun masih dalam skala kecil dan mekanisme yang selama ini dilakukan masih tradisional, untuk keberlanjutan pengolahan pupuk kompos dilakukan pengumpulan peses ternak sapi dari tiap-tiap kandangan anggota setip hari, namun kapasitas gudang pengolahan kompos belum yang dimiliki kelompok masih kecil, dan proses pengolahannya masih manual. Kedepan diharapkan adanya penambahan kapasitas gudang pengolahan dan mesin pengolahan kompos.

E. Anggaran Biaya
No. URAIAN SATUAN BIAYA SATUAN (Rp) JUMLAH BIAYA (Rp)
I. PERALATAN & SARANA PENDUKUNG BIOGAS
1. Peralatan Biogas 5 unit (5 M3) 18.000.000 90.000.000
2. Biaya pemasangan 5 unit (5 M3) 2.000.000 10.000.000
3. Peralatan Pendukung 5 unit (5 M3) 500.000 2.500.000
Sub total 102.500.000
II. PERALATAN & SARANA PENDUKUNG PEMBUATAN PUPUK KOMPOS
1. Gudang Pengolahan Kompos 1 Unit (96 M2) 25.000.000 25.000.000
2. Mesin Pengayak Kompos 1 Unit (12 PK) 20.000.000 20.000.000
Sub total 45.000.000
III. PELATIHAN
1. Pelatihan Biogas 1 Paket 15.000.000 15.000.000
2. Pelatihan Pembuatan Kompos 1 Paket 15.000.000 15.000.000
Sub total 30.000.000
Jumlah
Seratus Tuju Puluh Tuju juta Lima Ratus Ribu Rupiah 177.500.000,-